MASAILUL FIQIYAH TENTANG ABORSI,POLIGAMI DAN POLIANDRI,NIKAH SIRI DAN MUT’AH,NIKAH BEDA AGAMA,BEROBAT DENGAN BENDA HARAM SERTA,ASURANSI DAN BUNGA BANK
I.ABORSI
A.Pengertian
Aborsi dalam bahasa Arab disebut “ijhadh”, yang memiliki beberapa sinonim yakni; isqath (menjatuhkan), ilqa’ (membuang), tharah (melempar) dan imlash (menyingkirkan)) . Aborsi secara terminology adalah keluarnya hasil konsepsi (janin, mudgah) sebelum bisa hidup sendiri (viable) ) atau Aborsi didefenisikan sebagai berakhirnya kehamilan, dapat terjadi secara spontan akibat kelainan fisik wanita / akibat penyakit biomedis intenal atau sengaja melalui campur tangan manusia) .
Dari defenisi diatas, bisa disimpulkan bahwa tidak semua aborsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan moral dan kemanusiaan dengan kata lain tidak semua aborsi merupakan kejahatan. Aborsi yang terjadi secara spontan akibat kelainan fisik pada perempuan (Ibu dari janin) / akibat penyakit biomedis internal disebut “keguguran”, yang dalam hal ini tidak terjadi kontroversi dalam masyarakat atau dikalangan fuqaha, sebab dianggap terjadi tanpa kesengajaan dan terjadi diluar kehendakmanusia.
Berbeda dengan aborsi yang disengaja atau akibat campur tangan manusia, yang jelas-jelas merupakan tindakan yang “menggugurkan” yakni; perbuatan yang dengan sengaja membuat gugurnya janin. Dalam hal ini, menggugurkan menimbulkan kontroversi dan berbagai pandangan tentang “boleh” dan “tidak boleh” nya menggugurkan kandungan.
B.Hukum
Firman Allah:
"Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan sesuatu yang benar ". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami" (QS. Al-An’am : 151).
Para ulama (para fuqaha) sepakat bahwa pengguguran janin sesudah ditiupkan ruh adalah haram. Namun, dalam hal janin yang belum ditiupkan ruh mengenai penggugurannya, para fuqaha berbeda pendapat, ada yang membolehkan, ada berpendapat mubah dan ada yang mengharamkan.
C.Pendapat
1.Pendapat yang meng haramkan
a. Ibnu Hajar dalam kitabnya “Al-Tuhfah”, Al-Ghazali dalam kitabnya “ihya’ ulumuddin” dan Syech Mahmud Syaltut dalam kitabnya “fatwa”, mengharamkan pengguguran, walaupun ruh belum ditiupkan). karena menurut mereka, ketika sudah dibuahi maka sudah ada kehidupan yang patut dihormati. Pada dasarnya ketika janin masih berupa zigot (nutfah), itu sudah merupakan masa perkembangan janin, jika digugurkan maka hal tersebut merupakan jinayat (tindak pidana), sesuai dengan hasil MUNAS MUI tahun 1983, yang menyatakan bahwa kehidupan dalam konsep islam adalah suatu proses yang sudah dimulai sejak masa pembuahan.) .
Yang membedakan antara pengguguran sebelum ditiupkan ruh dengan pengguguran sesudah ditiupkan ruh hanyalah hukuman yang dikenakan terhadap pelaku pengguguran tersebut.
b. Ibn ‘Abidin menyatakan bahwa janin yang tidak mengeluarkan suara pada saat lahir harus dimandikan (ghusl), diberi nama, dibungkus dalam selembar kain kafan dan dikubur, tapi tidak dibacakan do’a. Hal ini dilakukan baik pada janin yang sudah sempurnaataubelum.
Dikatakan diatas, bahwa “…janin yang sudah sempurna ataupun belum”. Pada janin yang belum sempurna berarti masih pada fase “embrio”, yakni mulai minggu ke-2 (dua) sampai menjelang minggu ke-6 (enam) masa kehamilan, yang dalam analisis Qur’an masih dalam fase “’alaqoh”, yakni setelah 40 hari pertama. Artinya, janin tersebutbelumditiupkanruh.
Jika, janin yang belum ditiupkan ruh diharuskan untuk diperlakukan layaknya seorang bayi, berarti janin yang berada dalam rahim seorang perempuan, baik sudah memiliki ruh ataupun belum, tidak boleh dan haram untuk digugurkan. Sebab, janin tersebut sudah dianggap sebagai seorang bayi.
II.POLIGAMI DAN POLIANDRI
A.Pengertian
Poligami ialah mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang sama. Berpoligami atau menjalankan (melakukan) poligami sama dengan poligini yaitu mengawini beberapa wanita dalam waktu yang sama.
Drs. Sidi Ghazalba mengatakan bahwa Poligami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari satu orang perempuan.Sebenarnya istilah poligami itu mengandung pengertian poligini dan poliandri. Tetapi karena poligami lebih banyak dikenal terutama di Indonesia.
B.Hukum dan Pendapat
Para ulama klasik dari kalangan mufassir (penafsir) maupun fakih (ahli hukum) berpendapat, berdasarkan QS.4:3 pria muslim dapat menikahi empat perempuan. Tafsir ini telah mendominasi nalar seluruh umat Islam. Jadi dalam pengertiannya poligami itu tidak dilarang asalkan tidak lebih dari 4 istri.
Akan tetapi, ulama seperti Muhammad Abduh (1849-1905) tidak sepakat dengan penafsiran itu.
Baginya diperbolehkannya poligami karena keadaan memaksa pada awal Islam muncul dan berkembang, ya’ni dengan alasan :
Pertama, saat itu jumlah pria sedikit dibandingkan dengan jumlah wanita akibat gugur dalam peperangan antara suku dan kabilah. Maka sebagai bentuk perlindungan, para pria menikahi wanita lebih dari satu.
Kedua, saat itu Islam masih sedikit sekali pemeluknya. Dengan poligami, wanita yang dinikahi diharapkan masuk Islam dan memengaruhi sanak-keluarganya.
Ketiga, dengan poligami terjalin ikatan pernikahan antarsuku yang mencegah peperangan dan konflik.
Kini, keadaan telah berubah. Poligami, papar Abduh, justru menimbulkan permusuhan, kebencian, dan pertengkaran antara para istri dan anak, bahkan Syeikh Muhammad Abduh yang juga merupakan mantan Syeikh di Al-Azhar ini berfatwa bahwa berpoligami ini hukumnya haram, dengan alasan :
Pertama, syarat poligami adalah berbuat adil. Syarat ini sangat sulit dipenuhi dan hampir mustahil, sebab Allah sudah jelas mengatakan dalam QS.4:129 bahwa lelaki tidak akan mungkin berbuat adil.
Kedua, buruknya perlakuan para suami yang berpoligami terhadap para istrinya, karena mereka tidak dapat melaksanakan kewajiban untuk memberi nafkah lahir dan batin secara baik dan adil.
Ketiga, dampak psikologis anak-anak dari hasil pernikahan poligami. Mereka tumbuh dalam kebencian dan pertengkaran sebab ibu mereka bertengkar baik dengan suami atau dengan istri yang lain.
Syeikh Muhammad Abduh juga menjelaskan hanya Nabi Muhammad saja yang dapat berbuat adil sementara yang lain tidak, dan perbuatan yang satu ini tak dapat dijadikan patokan sebab ini kekhususan dari akhlak Nabi kepada istri-istrinya. ‘Abduh membolehkan poligami hanya kalau istri itu mandul. Fatwa dan tafsiran Abduh tentang poligami membuat hanya dialah satu-satunya ulama di dunia Islam yang secara tegas mengharamkan poligami.
Ulama asal Mesir yang pernah mengecap pendidikan di Paris ini juga melihat poligami adalah praktik masyarakat Arab pra-Islam
Poliandri merupakan suatu perbuatan yang dilarang/haram”,
Dalil Al-Qur`an, adalah firman Allah SWT :
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki.” (QS An-Nisaa` [4] : 24)
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berkata dalam an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam (Beirut : Darul Ummah, 2003) hal. 119 :
“Diharamkan menikahi wanita-wanita yang bersuami. Allah menamakan mereka dengan al-muhshanaat karena mereka menjaga [ahshana] farji-farji (kemaluan) mereka dengan menikah.”
Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa kata muhshanaat yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah bermakna wanita merdeka (al-haraa`ir), tetapi wanita yang bersuami (dzawaatul azwaaj) (Al-Umm, Juz V/134).
III.NIKAH SIRI DAN MUT’AH
A.Pengertian
Pernikahan siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan :
Pertama; pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat;
Kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan; ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu; dan lain sebagainya.
Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri; atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.
Nikah mut’ah adalah seorang lelaki menikahi seorang perempuan dengan memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah di tentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat tinggal dan tanpa ada saling mewarisi diantara keduanya jikah meninggal sebelum berakhirnya masa nikah mut’ah itu
B.Hukum dan Pendapat
1.Nikah siri
Sesungguhnya Islam telah melarang seorang wanita menikah tanpa wali. Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra; bahwasanya Rasulullah saw bersabda;
لا نكاح إلا بولي
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].
Berdasarkan dalalah al-iqtidla’, kata ”laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak sah’, bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:
أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل, فنكاحها باطل , فنكاحها باطل
“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil”. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649].
Abu Hurayrah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
لا تزوج المرأة المرأة لا تزوج نفسها فإن الزانية هي التي تزوج نفسها
”Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita) yang menikahkan dirinya sendiri”. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 231 hadits ke 2649)
Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu, kasus pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab ta’zir, dan keputusan mengenai bentuk dan kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada seorang qadliy (hakim). Seorang hakim boleh menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku pernikahan tanpa wali.
2.Nikah mut’ah
Dalam hal ini syaikh al-Bakri dalam kitabnya I’anah at-Thalibin menyatakan yang artinya:
“Kesimpulannya, nikah mut’ah ini haram hukumnya. Nikah ini disebut nikah mut’ah karena tujuannya adalah untuk mencari kesenangan belaka, tidak untuk membangun rumah tangga yang melahirkan anak dan juga saling mewarisi, yang keduanya merupakan tujuan utama dari ikatan pernikahan dan menimbulkan konsekwensi langgengnya pernikahan”.
Ada pendapat yang membolehkan nikah mut’ah ini berdasarkan fatwa sahabat Ibnu Abbas r.a., padahal fatwa tersebut telah direvisi oleh Ibnu Abbas sendiri, sebagaimana disebutkan dalam kitab fiqh as-sunnah yang artinya:
Diriwayatkan dari beberapa sahabat dan beberapa tabi’in bahwa nikah mut’ah hukumnya boleh, dan yang paling populer pendapat ini dinisbahkan kepada sahabat Ibnu Abbas r.a., dan dalam kitab Tahzhib as-Sunan dikatakan: sedangkan Ibnu Abbas membolehkan nikah mut’ah ini tidaklah secara mutlak, akan tetapi hanya ketika dalam keadaan dharurat. Akan tetapi ketika banyak yang melakukannya dengan tanpa mempertimbangkan kedharuratannya, maka ia merefisi pendapatnya tersebut. Ia berkata: “inna lillahi wainna ilaihi raji’un, demi Allah saya tidak memfatwakan seperti itu (hanya untuk kesenangan belaka), tidak seperti itu yang saya inginkan. Saya tidak menghalalkan nikah mut’ah kecuali ketika dalam keadaan dharurat, sebagaimana halalnya bangkai, darah dan daging babi ketika dalam keadaan dharurat, yang asalnya tidak halal kecuali bagi orang yang kepepet dalam keadaan dharurat. Nikah mut’ah itu sama seperti bangkai, darah, dan daging babi, yang awalnya haram hukumnya, tapi ketika dalam keadaan dharurat maka hukumnya menjadi boleh”.
IV.NIKAH BEDA AGAMA
A.Pengertian
Pernikahan beda agama adalah akad nikah yang dilakukan olehseorang lelki dan perempuan,yang berbeda agama atau akidah(keyakinan atau iman).
B.Hukum dan Pendapat
Firman Allah:
وَلاَ تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرُُ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلاَ تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرُُ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُوْلاَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللهُ يَدْعُوا إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
”Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman; sesungguhnya wanita budak mukmin lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan lelaki musyrik dengan wanita mukmin sebelum mereka beriman; sesungguhnya budak mukmin lebih baik daripada lelaki musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak kamu ke neraka, sedangkan Allah mengajak kamu ke surga dan pengampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka dapat mengambil pelajaran” (QS. Al-Baqarah: 221)
Pendapat ulama:
Pernikahan dalam Islam merupakan syari’at yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Tujuan pernikahan adalah untuk memperoleh ketenangan pikiran, hati, dan jiwa serta untuk membina kasih sayang dan saling mencintai antara suami dan isteri. Selain itu, pernikahan juga bertujuan untuk reproduksi generasi dalam rangka menguatkan barisan perjuangan Islam. Oleh sebab itu, pernikahan harus didasarkan pada iman atau ‘aqidah yang benar. Maka, pernikahan yang diakui sah oleh Islam adalah pernikahan yang didasarkan pada persamaan aqidah (iman) dan agama.
V.BEROBAT DENGAN BENDA HARAM
A.Pengertian
Berobat dengan benda haram adalah berobat yang menggunakan benda haram sebagai alternative penyembuhan atas pernyakiatnya.
B.Hukum dan Pendapat
1.Pendapat yang membolehkan
berdasarkan firman Allah:
“Dan barang siapa yang terpaksa pada (waktu) kelaparan dengan tidak sengaja untuk berbuat dosa,maka sesungguhnya Allah maha pengampun dan maha belas-kasih(QS.Al-maidah:3)
Ulama yang membolehkan berobat dengan benda haram beralasan bahwa sesuatu yanng haram jika pada keadaan darurat akan berubah menjadi halal.
2.Pendapat yang mengharamkan.
“Sesungguhnya Allah SWT menurunkan pernyakit dan obat ,dan menjadikan setiap penyakit ada obatnya.Hendaklah kalian berobat,dan janganlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram”.(HR.Abu Dawud).Dan
“Sesungguhya Allah tidak menjadikan obat bagimu pada ap-apa yang diharamkan oleh Allah atasmu”(HR.Bukhari-Baihagi).
Ulama yang berpedomnan dengan hadis di atas berkeyakinan bahwa semua pernyakit pasti Allah telah siapkan obatnya.
VI.BUNGA BANK DAN ASURANSI
A.Pengertian
Bunga adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang(Al-qardh) yang di perhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut,berdasarkan tempo waktu,diperhitungkan secara pasti dimuka,dan pada umumnya berdasarkan persentase.
Asuransi adalah Suatu jaminan ganti rugi yang di berikan oleh pihak pengelolah kepada para polis ketika terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
B.Hukum dan Pendapat
1.Bunga bank
“Wahai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba(yang belum di pungut)jika kamu orang-orang yang ber iman”(QS.Albaqarah :278)
Jika bunga menimbulkan suatu keribaan maka berdasarkan ayat di atas bahwa riba itu adalah haram. Jika bungatidak mengandung unsur riba maka bunga atau bagihasil itu boleh.
2. Asuransi merupakan hal yang haram jika bertujuan mengkomersialkan nyawa manusia. Namun ketika Asuransi di jadikan sebagai suatau lembaga ang bertujuan membantu kehuidupan sosial maka Asuransi itu boleh. Maka asuransi yang baik adalah asuransi yang dilihat kesehatan lembaga yang mengelolahnya yang berdasarkan syariat islam.
"WASALAM"